Lampung – Sri Wahyuni seorang gadis remaja yang mempunyai cita cita ingin menjadi seorang guru harus kandas di bangku Sekolah Menengah Pertama.
Kisah itu diungkapkan Sri nama sapaannya. Gadis remaja yang berhijab itu menceritakan awal mula dirinya harus putus sekolah.
Waktu itu Sri yang sudah duduk di bangku kelas lX Sekolah Menengah Pertama harus berhenti dari tempatnya menimba ilmu lantaran Virus Covid 19 yang harus belajar tanpa tatap muka.
Kata Sri, pemicu ia berhenti sekolah karena dirinya tidak memiliki Hanphone untuk belajar secara darring. Wabah Covid 19 itulah yang membuat cita cita yang sangat mulia harus terhenti.
Dengan meneteskan air mata Sri kembali mengungkapkan pasca dirinya tidak bisa menimba ilmu. Putus sekolah dan bekerja. Kemudian Sri, dengan terbata bata ungkapkan isi hatinya kenapa dirinya harus putus sekolah.
Jarak tempuh kesekolah yang jauh. Dan juga, perjalanan menuju kesekolah yang harus melewati jalan setapak dan menyebrangi sungai.
Hal itulah yang menyebabkan mimpi Sri Wahyuni harus terbangun sebelum pagi. Berhenti sebelum lulus.
Di gubuk tidak layak huni. Sri yang tinggal bersama adik dan ibu nya itu harus berjuang demi menafkahi orang tuanya. Melupakan sementara cita cita demi membahgiakan orang tua.
Cita citanya menjadi seorang guru harus kandas. Selain faktor ekonomi. Juga, modal transportasi untuk menuju tempat ia menimba ilmu pun tak ia punyai.
Namun, semangat Sri Wahyuni pun tak surut ditengah jalan. Ia pun tetap harus berjuang demi membahagiakan dan membantu orang tuanya serta mewujudkan cita citanya.
Kisah Sri Wahyuni putus sekolah pun di ceritakan Ruminah dengan nada pasrah. Karena ekonomilah, Sri Wahyuni harus berhenti sekolah dan ingin membahagiakan orang tuanya.
Ruminah yang bekerja sebagai seorang petani. Bahwa anaknya itu mempunyai keinginan yang kuat untuk menuntut ilmu demi membahagiakan orang tuanya.
Namun, karena keterbatasan ekonomi dan fasilitaslah yang membuat anaknya itu harus berjuang mencari nafkah.
Ruminah, Sri Wahyuni dan adiknya. Ibu dan anak itu tinggal di sebuah rumah gubuk yang tidak layak dari kata huni di Dusun Batu Seng Pekon Sinar Jawa Kecamagan Air Naningan Tanggamus Lampung.
Dinding rumah yang terbuat dari kayu papan yang sudah lapuk di makan usia. Serta, atap rumah yang terkadang bocor di saat hujan turun menjadikan cita cita hanya mimpi.
Di gubuk itulah, mimpi dan cita cita anak dan ibu itu harus berhenti. Sesuap nasi. Perut. Fasilitas untuk cita cita Sri pun tak ia miliki seperti pada umumnya remaja diluaran sana. Kondisi ekonomi lah Sri tetap berjuang bersama ibu kandungnya itu.
Tercatat pada hari Selasa tanggal (01/10/22). Hari dan tanggal Itulah merupakan awal mimpi mimpi Sri Wahyuni dan Ruminah mulai terlihat. Adanya Tentara Manunggal Membangun Desa ( TMMD ) ke 115 Kodim 0424 Tanggamus Lampung menjadikan pintu sukses mimpi Sri Wahyuni untuk membahgiakan orang tuanya.
Berawal dari kata Letkol. Arm. Micha Arruan yang melihat kemudian mendengarkan cerita cerita dari warga masyarakat dan juga dari anggota satgas TMMD.
Dengan melihat kondisi serta kehidupan dari Ibu Ruminah dan anaknya yang bernama Sri Wahyuni. Micha pun mulai meneteskan air mata.
Dengan nada lirih Micha berucap. Begitu rukun dan gigihnya perjuangan ibu Ruminah dan Sri Wahyuni. Padahal, Ibu Ruminah. Rumah yang ia tempatipun tidak layak kata huni. Lirih Micha saat melihat dari jauh kondisi tempat tinggal Ruminah.
Air matapun kembali menetes. Saat rasa keingin tauan sang komandan tentang sosok penghuni rumah semi permanen itu.
Ia (Dandim) kembali bertanya kepada salah satu warga yang melintas saat ia sedang duduk mengamati aktifitas keseharian ibu dan anak itu.
“Maaf pak, mau tanya. Siapa saja yang menghuni rumah yang dibalik pepohonan itu,” tanya Micha dengan serius.
” Ya pak, ada pak? Kenapa bapak bertanya seperti itu? Bapak mengenalnya,? Jawab warga sambil memikul kayu bakar.
Pak, maaf. Boleh tidak saya bertanya tentang kehidupan ibu dan anak itu,” tanya Micha sambil menawarkan istirahat kepada warga itu untuk duduk.
Ya pak. Terimakasih atas tawarannya. Jawabnya sambil duduk. Bapak itu pun mulai menceritakan yang menghuni rumah tua itu.
” Jadi begini pak, yang menghuni rumah itu namanya ibu Ruminah dan dua anaknya . Mereka tinggal bertiga. Ibu Ruminah mempunyai anak lima. Ketiga anaknya sudah berkeluarga. Sedangkan, yang dua belum,” ucapnya sambil menengguk air dibotol.
Terus suaminya kemana pak? Sahut Micha kembali bertanya.
Ibu itu, suaminya sudah lama meninggal dunia. Semenjak ditinggal suaminya ibu Ruminah lah yang menjadi tulang punggung membiayai kehidupan dan sekolah kedua anaknya itu,” jawab bapak itu sambil menghidupkan sebatang rokok.
Pak, pak maaf saya agak melenceng bertanya lagi tentang anaknya itu. Kedua anaknya itu sekolah dimana dan kelas berapa. Tanyanya, karena rasa ingin tau.
Kalau Sri itu tadinya sekolah. Tapi, sekarang sudah tidak lagi pak. Sontak jawaban bapak itu membuat seorang hati Letkol menjadi berdetak. Perlahan meneteskan air mata. Sambil melepaskan topi dikepala dan menaruhnya dimeja. Ia pun kembali bertanya dalam hati.
Begitu malang nasib ibu Ruminah dan anaknya. Karena keterbatasan biaya dan minimnya fasilitas sehingga gadis itu menjadi putus sekolah.
Sambil bergegas pamit kepada bapak itu. Seorang Letkol langsung pergi meninggalkan lokasi tempat dimana Ruminah tinggal.
Dengan berjalan tergontai. Komandan kodim sambil menggerutu dalam hati. Aku harus bisa mewujudkan mimpi mimpi keluarga bu Ruminah.
Kemudian, sesampai di Pos TMMD sontak Komandan Satgas TMMD langsung mengumpul anggotanya dan rapat dibawah pepohonan.
Seorang Dansatgas langsung bertanya kepada anggotanya. Apa yang anggota fikirkan dan akan dilakukan apabila melihat dan mendengar secara langsung kondisi warga dengan keadaan yang cukup memprihatinkan? tanya Dansatgas kepada anggotanya.
” Siap komandan, kita bantu. Mengurangi bebannya,” ucap salah satu anggota.
” Siap komandan, berikan pelayanan semaksimal mungkin apa yang menjadi kebutuhannya,” ucap anggota lain.
Jawab salah satu anggota yang membuat Dansatgas terharu. ” Siap komandan, penderitaan rakyat adalah penderitaan TNI, Bahagianya rakyat adalah bahagia TNI, karena itu TNI adalah rakyat dan rakyat adalah TNI, tidak ada jarak bagi kami TNI untuk memberikan segalanya bagi rakyat,” jawabnya.
Dengan lantang, hidup TNI. Hidup TNI. Dengan kekompakan itu akhirnya mimpi mimpi bu Ruminah dan Sri Wahyuni dengan memberikan kejutan dengan pembangunan rumah yang layak huni.(red).