Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi tetapkan dua tersangka KEFC Pemilik PT. Ayodya Multi Sarana, SOLIHAH Pensiunan BUMN / Direktur Keuangan dan Investasi PT AJI (Asuransi Jasa Indonesia ) Persero Tahun 2008 s/d September 2016.
Keduanya disangkakan atas dugaan tindak pidana korupsi terkait pembayaran komisi kegiatan fiktif agen PT AJI (Asuransi Jasa Indonesia ) Persero dalam penutupan (closing) asuransi oil dan gas pada BP MIGAS-KKKS Tahun 2010 s.d. 2012 dan Tahun 2012 – 2014.
” Perkara ini adalah pengembangan penyidikan dengan Tersangka Budi Tjahjono (Direktur Utama PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) periode tahun 2011 s.d. 2016) yang saat ini perkaranya telah berkekuatan hukum tetap,” kata Ali Fikri Plt Juru bicara KPK dalam press rilis. Kamis (20/05/21).
Menurut Ali, setelah mencermati fakta-fakta persidangan dalam perkara Tersangka Budi Tjahjono tersebut, KPK selanjutnya melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan pada bulan Oktober 2020 dengan menetapkan tersangka.
” Atas perbuatannya tersebut, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” jelasnya.
Lanjutnya, guna proses penyidikan, setelah Tim Penyidik KPK memeriksa 46 orang saksi maka Tim Penyidik melakukan penahanan pada tersangka KEFC untuk 20 hari ke depan, dimulai sejak tanggal 20 Mei 2021 sampai dengan 8 Juni 2021 di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.
Sebagai langkah antisipasi penyebaran Covid 19 dilingkungan Rutan KPK, Tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada Rutan KPK Kavling C1.
Sedangkan tersangka SLH hari ini telah dilakukan pemanggilan namun yang bersangkutan mengkonfirmasi secara tertulis tidak bisa hadir karena alasan sakit.
Tim penyidik segera melakukan penjadwalan dan pemanggilan ulang dan nantinya akan kembali kami informasikan lebih lanjut.
KPK juga mengingatkan agar tersangka SLH kooperatif hadir memenuhi panggilan
dimaksud.
Konstruksi perkara, diduga telah terjadi :
Untuk memenuhi keinginan Budi Tjahjono selaku Direktur Utama PT AJI (Asuransi
Jasa Indonesia, tidak dibacakan) (Persero) yang menginginkan PT AJI(Persero)
menjadi leader konsorsium (sebelumnya berstatus sebagai co-leader) dalam penutupan asuransi proyek dan aset BP Migas-KKKS Tahun 2009-2012, dengan dibantu oleh KEFS melakukan lobby dengan beberapa pejabat di BP Migas.
Atas pembantuan yang dilakukan oleh KEFS selanjutnya Budi Tjahjono memberikan sejumlah uang dengan memanipulasi cara mendapatkan pengadaannya seolah-olah menggunakan jasa agen asuransi yang bernama ITK (IMAN TAUHID KHAN ) yang merupakan anak buah KEFC.
Sehingga terjadi pembayaran komisi agen dari PT AJI (Persero) kepada ITK sejumlah Rp7.3 Miliar.
Padahal, terpilihnya PT AJI (Persero) sebagai leader dalam konsorsium penutupan asuransi di BP MIGAS melalui beauty contest, tidak menggunakan agen.
Dimana hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 angka (9) dan Pasal 19 angka (2) Surat Keputusan Direksi PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) No. SK. 024 DMA/XI/2008 tanggal 17 November 2008 tentang Pola Keagenan Marketing Agency PT Asuransi Jasa Indonesia.
Jumlah uang Rp7.3 Miliar tersebut, lalu diserahkan oleh KEFC kepada BUDI TJAHJONO sejumlah Rp6 Miliar dan sisa Rp1.3 Miliar dipergunakan untuk kepentingan KEFC.
Menindaklanjuti perintah BUDI TJAHJONO agar PT AJI (Persero) tetap menjadi leader konsorsium dalam penutupan asuransi proyek dan aset BP Migas-KKKS Tahun 2012-2014, dilakukan rapat direksi yang diantaranya dihadiri oleh SLH selaku Direktur Keuangan PT AJI (Persero).
Dalam rapat direksi tersebut diputuskan tidak lagi menggunakan agen ITK dan diganti dengan SH (SUPOMO HIDJAZIE, tidak dibacakan) dan disepakati untuk
pemberian komisi agen dari SH dikumpulkan melalui SLH.
Dalam proses pengadaan penutupan asuransi proyek dan aset BP Migas-KKKS Tahun 2012-2014 tersebut, Budi Tjahjono tetap menggunakan modus seolah-olah
pengadaan tersebut didapatkan atas jasa agen asuransi SH tersebut dengan pembayaran komisi agen sejumlah USD600 ribu.
Kemudian uang sejumlah USD600 ribu tersebut, diberikan secara bertahap oleh
SH kepada BUDI TJAHJONO melalui SLH yang dipergunakan untuk keperluan
pribadi BUDI TJAHJONO sekitar sejumlah USD400 ribu dan juga khusus bagi
keperluan pribadi SLH sekitar sejumlah USD200 ribu.
Terkait fakta dugaan ini KPK akan mengembangkan lebih lanjut dalam proses
penyidikan perkara ini. (Rls).