Tak sanggup teteskan air mata, Inilah aku 1981

  • Whatsapp

Lampung – Ketika aku terpuruk dalam sebuah kegelapan. Inilah kisahku. Aku yang terlahir dari keluarga yang tak berkecukupan. Seadanya dan penuh keterbatasan.

Aku anak ke 2 dari enam bersaudara. Masa kecilkupun penuh dengan tetesan air mata. Tidak seperti anak kecil lainnya yang hidup serba berkecukupan.

Bacaan Lainnya

Diwaktu aku duduk dibangku sekolah dasar. Sekolah yang tak jauh dari tempatku tinggal. Dari sinilah goresan goresan masa kecilku mulai dibenak.

Setiap pagi, setelah bangun tidur. Aku selalu membantu kedua orang tuaku, khususnya ibuku yang sudah melahirkanku. Memang benar kata tetanggaku, ibuku dalam segi mendidik anak dengan kata disiplin.

Karena itu, disetiap pagi. Walaupun aku adalah anak laki laki. Tapi, aku dididik setiap pagi harus bekerja. Seperti, mencuci piring, mencuci baju dan menyapu.
Itulah, aktifitas aku dirumah sebelum berangkat kesekolah.

Jam 6.30 Wib. Aku pun bergegas mandi. Siap siap untuk berangkat sekolah. Waktu itu, buku tulis sekolahku cuma ada 1. Jadi, sangat cepat bagiku untuk persiapan berangkat sekolah.

Sebelum berangkat sekolah. Kebiasaan saya sarapan pagi. Sarapanku tidak seperti orang kaya yang bergelimang harta. Tapi, hanya nasi sisa semalam dengan sambel yang disiram dengan minyak jelantah ikan asin. Itupun, bagiku adalah sebuah kenikmatan.

Tin tin tin suara klakson motorpun terdengar didepan rumahku. Pak Wahyu namanya. Dia adalah juragan es yang setiap pagi membawakan dagangan ketempatku untuk dijualkan.

Akupun pergi kesekolah dengan berjalan kaki bersama teman teman yang ada dilingkunganku. Sekolah itupun tak jauh.

Setelah pulang sekolah, ganti baju, makan siang. Akupun bergegas menjajakan dagangan es balon milik pak wahyu yang sudah diantarkan setiap pagi.

Es balon…es balon..itulah kata kata yang kuucap dengan nada keras agar orang mendengar. Sambil berjalan kaki, aku kelilingi kampungku sampai daganganku habis.

Daganganpun habis. Aku mendapatkan untung dari berjualan. Kutabung dalam cekengan bambu, kukasih keibuku untuk membantu membeli sayur dan sisanya buatku jajan.

Hari ke hari, bulan menjadi tahun. Akupun beranjak ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Waktu itu aku sekolah masuk siang pkl 12.00 Wib.

Disetiap pagi aku berjualan empek empek pakai baskom ditarok diatas kepala, tangan kanan memegang ember cucian piring.

Kujajakan empek empek disekolah dasar yang tak jauh dari rumahku. Sambil menunggu jam istirahat anak belajar. Disitupun, aku sambil belajar membaca buku.

Loncengpun berbunyi, anak anak sekolah dasar istirahat untuk jajan. Dulu empek empek jualanku laris manis dan banyak pelanggannya. Setelah habis, akupun bergegas pulang karena aku harus pergi kesekolah. (Red).
Bersambung……

 

Loading

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *