Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi sampaikan informasi terkait kegiatan tangkap tangan atas dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara atau yang mewakilinya terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalsel tahun 2021-2022. Kamis (16/09/21).
Pada kegiatan tangkap tangan ini, Tim KPK telah mengamankan 7 orang pada hari Rabu (15 /09/2021) sekitar jam 8 malam di beberapa tempat di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, sebagai berikut :
Maliki Plt. Kadis PU pada Dinas PUPRT (Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertahanan) Kabupaten Hulu Sungai Utara sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dan Kuasa Pengguna Anggaran,
Marhaini Swasta (Direktur CV Hanamas), Fachriadi, Swasta (Direktur CV Kalpataru), Khairiah PPTK Dinas PUPRT Kabupaten Hulu Sungai Utara, Latief, mantan ajudan Bupati Hulu Sungai Utara, Marwoto, Kepala Seksi di Dinas PUPRT Kabupaten Hulu Sungai Utara, MUJIB, Swasta, orang kepercayaan MRH dan FH.
Kronologis tangkap tangan pada Rabu (15/09/ 2021) Tim KPK menerima informasi dari masyarakat akan adanya dugaan terjadinya penerimaan sejumlah uang oleh Penyelenggara Negara yang diduga telah disiapkan dan diberikan oleh MRH dan FH.
Tim KPK selanjutnya bergerak dan mengikuti MJ yang telah mengambil uang sejumlah Rp170 juta disalah satu bank di Kabupaten Hulu Sungai Utara dan langsung mengantarkannya ke rumah kediaman MK.
Setelah uang diterima MK, Tim KPK kemudian mengamankan MK dan ditemukan pula sejumlah uang sebesar Rp175 juta dari pihak lain beserta beberapa dokumen proyek.
Selain itu Tim KPK juga turut mengamankan MRH dan FH dirumah kediaman masing- masing.
Semua pihak yang diamankan, kemudian dibawa ke Polres Hulu Sungai Utara untuk
dilakukan permintaan keterangan dan selanjutnya dibawa ke gedung KPK Merah Putih untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Adapun barang bukti, yang saat ini telah diamankan, diantaranya berbagai dokumen dan uang sejumlah Rp345 juta.
Setelah dilakukan berbagai bahan keterangan dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, KPK selanjutnya melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka, sbb :
Maliki Plt. Kadis PU pada Dinas PUPRT Kabupaten Hulu Sungai Utara sekaligus PPK dan KPA, Marhaini (Direktur CV Hanamas), Fachriadi (Direktur CV Kalpataru).
Konstruksi perkara, diduga telah terjadi :
Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan Kab Hulu Sungai Utara telah merencanakan untuk dilakukan lelang 2 proyek irigasi yaitu Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Kayakah Desa Kayakah Kecamatan Amuntai Selatan dengan HPS Rp1.9 Miliar dan Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang Desa Karias Dalam Kecamatan Banjang dengan HPS Rp1, 5 Miliar
Sebelum lelang ditayangkan di LPSE, MK diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang pada MRH dan FH sebagai calon pemenang kedua proyek irigasi dimaksud dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen fee 15 %.
Saat awal dimulainya proses lelang untuk proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR
Kayakah Desa Kayakah Kecamatan Amuntai Selatan dimulai, ada 8 perusahaan yang mendaftar namun hanya ada 1 yang mengajukan penawaran yaitu CV Hanamas milik MRH.
Sedangkan lelang Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang Desa Karias Dalam
Kecamatan Banjang, ada 12 perusahaan yang mendaftar dan hanya 2 yang mengajukan penawaran diantaranya CV Kalpataru milik FH dan CV Gemilang Rizki.
Saat penetapan pemenang lelang, untuk royek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Kayakah Desa Kayakah Kecamatan Amuntai Selatan dimenangkan oleh CV Hanamas milik MRH dengan nilai kontrak Rp 1.9 Miliar dan proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang Desa Karias Dalam Kecamatan Banjang dimenangkan oleh CV Kalpataru milik FH dengan nilai kontrak Rp1, 9 Miliar.
Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai lalu diterbitkan Surat Perintah Membayar pencairan uang muka yang tindaklanjuti oleh BPKAD dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana/SP2D untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh MJ sebagai orang kepercayaan dari MRH dan FH.
Sebagian pencairan uang tersebut, selanjutnya diduga diberikan kepada MK yang diserahkan oleh MJ sejumlah Rp170 juta dan 175 juta dalam bentuk tunai.
Atas perbuatannya tersebut, para Tersangka disangkakan melanggar pasal, sbb :
MRH dan FH selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 KUHP.
Tersangka MK selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal Pasal 64 KUHP Jo Pasa 65 KUHP.
Untuk proses penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 16 September 2021 s/d 5 Oktober 2021 di Rutan KPK, sbb :
MK ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, MRH ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih, FH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1. Untuk upaya antisipasi penyebaran Covid 19 dilingkungan Rutan KPK, para Tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada Rutan masing-masing.
Dalam upaya memperkuat tata kelola pemerintahan yang bersih, KPK berharap tidak ada lagi pejabat dan penyelenggara negara yang berkongkalingkong bersama swasta untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya.
KPK ‘selalu mengingatkan kepada seluruh penyelenggara negara untuk melakukan tugas sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak merugikan rakyat. Karena sesungguhnya, penyelenggara negara digaji menggunakan uang rakyat dan sudah seharusnya bekerja untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bukan untuk melayani kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. (Nn).